Anak-anak itu berbaris sembari menenteng kresek berisi sampah. Sampah yang telah dipilah dari rumah masing-masing. Tentengan itu diletakkan pada satu pojokan khusus, lalu mereka pun masuk kelas untuk menuntut ilmu.
***
Pandemi menjadi mimpi buruk hingga menimbulkan dampak yang sulit bagi perekonomian masyarakat. Tanpa terkecuali di Desa Pemuteran yang berada di Bali Utara. Bali, tempat yang biasa selalu ramai dikunjungi dan menjadi sektor pariwisata yang menjadi andalan perekonomian masyarakat di sana pun ikut terkena imbas Covid-19. Berdasarkan katadata.co.id, tumbangnya bisnis pariwisata di Bali karena pembatasan perjalanan dan larangan ke tempat rekreasi akibat dampak Covid-19. Kunjungan wisatawan asing ke Bali menurun hingga 20 persen.
"Sebelum corona, wisatawan yang datang bisa 200 orang sebulan. Namun, saat Corona usaha seperti Maritim Travel berhenti beroperasi sepenuhnya lantaran tidak ada pesanan," cerita Bagus, pemilik event organizer dan penyedia jasa pemandu wisata bernama Bakta Tour yang berdomisili di Denpasar, seperti dikutip dari situs online katadata.co.id.
Corona, tidak hanya memberi dampak menghilangkan mata pencaharian masyarakat di sana, akan tetapi membuat anak-anak di sana pun ikut terkena imbas, yakni tidak bisa belajar karena harus via daring. Cukup banyak anak SD dan SMP yang tidak memiliki gadget untuk belajar secara daring, karena rata-rata ekonomi masyarakat di sekitar Desa Pemuteran masih tergolong menengah ke bawah.
Secercah Cahaya Untuk Anak-anak Buleleng
Gede Andika, bernama lengkap I Gede Andika Wira Teja, pria asal Bali yang rela menunda kuliahnya demi keberlangsungan pendidikan anak-anak kurang mampu di kampung halamannya. Melihat cukup banyaknya anak-anak yang tidak dapat belajar daring karena ketidakmampuan memiki gadget untuk belajar daring itulah yang menggerakkan hatinya untuk membuat wadah belajar bagi anak-anak di desanya tersebut. Ia pun kemudian merintis kursus Bahasa Inggris yang dinamai dengan KREDIBALI atau Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan. Alasan Gede Andika merintis kursus tersebut karena melihat kondisi dan potensi desa yang merupakan desa wisata.
Ibarat jalan, pasti akan ada jalan yang bergelombang bahkan terjal dan berkerikil. Hal itu pula yang sempat dihadapi oleh Gede Andika, rencana kursus yang dirintisnya tidak semudah dan semulus yang dibayangkan, idenya tersebut sempat ditolak karena aparatur desa khawatir terhadap protokol kesehatan pada anak-anak, karena saat itu kasus covid terus meningkat. Hal serupa juga terjadi pada orang tua anak, mereka mengkhawatirkan biaya kursus yang mahal, terlebih beberapa diantaranya telah kehilangan mata pencaharian. Namun, usaha dan niat tulus Gede Andika akhirnya berbuah manis, setelah ia berhasil memberikan pemahaman yang disertai dengan berbagai riset yang telah dilakukan serta tegasnya aturan protokol kesehatan yang diterapkan. Sehingga ia pun mendapat izin untuk menggunakan ruangan rapat sebagai ruang belajar oleh pihak desa. Orang tua anak-anak pun akhirnya ikut memberikan izin untuk anak-anak mereka kursus, setelah dijelaskan jika biaya kursus cukup hanya dengan membawa sampah plastik.
Inovasi Terpuji Gede Andika
Kehadiran pria kelahiran Pemuteran tahun 1997 ini di kampungnya tentu saja bagai angin segar bagi pendidikan anak-anak di sana. Wujud antusias anak-anak belajar bahasa, yakni bahasa Inggris, tergambar dari jumlah kelas yang mulai bertambah dari yang awalnya hanya satu kelas menjadi tiga kelas.
"Ini menjadi awal yang baik untuk membangun semangat belajar anak-anak," tuturnya.
Rupanya perjalanannya membuka kursus Bahasa Inggris tersebut juga membuka berkah baru bagi lansia kurang mampu di desa itu. Para lansia mendapat bantuan beras dari hasil tukar sampah plastik yang dikumpulkan oleh para siswa Gede Andika melalui hasil kerjasama KREDIBALI dengan Plastic Exchange. Menariknya, sejak adanya KREDIBALI tidak hanya kemampuan bahasa Inggris anak-anak saja yang meningkat, akan tetapi pemahaman orang tua mereka tentang pentingnya memilah sampah pun ikut bertambah.
Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil, Gede Andika pun mendapat apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia sebagai salah seorang pejuang tanpa pamrih di masa pandemi Covid-19. Upaya dan dedikasinya untuk pendidikan anak-anak serta literasi lingkungan itulah yang mengantarkannya pada prestasi tinggi tersebut. Meskipun operasional kegiatan masih ditanggung oleh Gede Andika sendiri, namun ia ikhlas karena kegiatan tersebut murni untuk memfasilitasi anak-anak belajar selama pandemi.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah meninggalkan komentar. Maaf jika tidak saya publish komentar yang menyertakan link.